Selamat Datang di Blog Saya


Lihat Kartu Ucapan Lainnya (KapanLagi.com)

Rabu, 17 September 2008

Cinderella, Dongeng Berbahaya?!

Sudah tiga hari Dita (10 tahun) tak mau bicara dengan ayahnya. Itu
terjadi sejak Dino, sang ayah, memperkenalkan Dita pada seorang wanita,
teman dekatnya.

Dita langsung waspada. Perempuan itu bakal menggantikan posisi ibundanya
yang sudah tiga tahun meninggal dunia. ''Ibu tiri itu jahat,
anak-anaknya ibu tiri juga suka iri dan jahat. Makanya, aku nggak mau
kalau ayah menikah lagi,'' Dita kepada budenya lewat telepon.

Konsep ibu tiri yang jahat sudah tertanam pada sebagian besar dari kita.
Anakanak hingga kakek-nenek seolah paham bahwa konsep ini memang
menebar. Sebagian konsep ini diperkenalkan pada anak-anak lewat dongeng.
Lihat saja ibu tiri dan saudara-saudara tiri yang jahat pada dongeng
Cinderella atau Bawang Merah Bawang Putih. Tak cuma itu, dongeng juga
memperkenalkan pada anak bahwa si baik hati berwajah cantik dan tampan.

Sejumlah peneliti malah menyebut Cinderella sebagai salah satu dongeng
paling berbahaya. Begitu kuatnya cerita itu sampai orang dewasa pun
terlena oleh Cinderella versi modern. Inilah yang menyebabkan film
Pretty Woman belasan tahun lalu pernah menjadi box office di sejumlah
negara.

Tapi, begitulah. Anak-anak, ungkap pemerhati media anak dan keluarga,
Nina Armando, sangat menyukai dongeng. Mulai dongeng tentang putri
cantik dengan baju Cinderella, pangeran yang tampan, istana megah.
''Perhatikan ekspresi anakanak ketika membaca, menonton atau
didongengkan sebuah cerita pasti sangat antusias,'' katanya.

Namun, Nina mengingatkan agar orangtua perlu mewaspadai dongeng yang
dapat menumbuhkan stereotip (konsepsi terhadap sesuatu berdasarkan
prasangka yang tidak tepat) pada anak-anak. Misalkan, anak perempuan
yang lemah akan dibantu oleh peri atau mendapatkan pangeran yang tampan.

Stereotip ini yang ditebar dongeng ini bisa berpengaruh terhadap sikap
dan perilaku anak dalam jangka panjang. Nina lantas menunjuk pada
penelitian di Amerika Serikat yang mengungkap tentang bulimia dan
anekroksia pada anak-anak.'' Ini akibat penggambaran yang salah tentang
tubuh perempuan harus langsing seperti Barbie,'' kata dosen komunikasi
FISIP Universitas Indonesia (UI) ini.

Buku dan tontonan
Nina melihat beda pengaruh antara dongeng yang dibaca lewat buku dan
yang ditonton. Menurut ibu dua anak ini, dongeng yang dibaca atau
diceritakan melalui buku memiliki muatan yang banyak diserap oleh
anak-anak. Mereka akan berimajinasi secara bebas, memiliki ruang
merenung yang tidak bisa dijajah.

Di sisi seberang, dongeng yang diperoleh anak melalui tontonan akan
memunculkan simbol-simbol yang melekat dan akan tertanam pada anak.
Imajinasi anak pun sudah dibatasi sesuai tuntutan yang sudah ada di
film.

Karena itu, film lebih berbahaya dan mencemaskan dibandingkan dongeng
yang dibaca melalui buku. ''Anak-anak lebih baik mendapatkan dongeng
melalui buku dari pada menonton TV atau video. Apalagi kalau buku itu
dibacakan (yang mendongeng, red) orangtua biarkan anak berimajinasi
seluas-luasnya. Karena imajinasi itu akan merangsang kreativitas anak,''
papar Nina.

Dari imajinasi si anak, orangtua bisa menanyakan kepada anak bagaimana
dongeng yang tadi dibaca. Lalu, orangtua harus menangkap apa yang
disampaikan anak. Misalkan, bila anak menyimpulkan kalau ibu tiri itu
jahat. Orangtua bisa meluruskan bahwa banyak juga ibu tiri yang baik,
sayang pada anak tirinya. Sejalan dengan pendapat Nina, psikolog dari
UI, Rose Mini mengingatkan para orangtua untuk selalu mengakhiri
dongeng-dongengnya dengan pesanpesan moral. ''Jelaskan kepada anak, yang
baik bagaimana, sebaliknya kelakuan buruk itu seperti apa, sehingga
anak-anak akan paham membedakannya,'' katanya kepada Republika seusai
acara Bincang Pagi dan Coaching Clinic Nursing di Kidzania, Jakarta,
belum lama ini. Sebab, pada dasarnya, Rose Mini berpendapat bahwa
dongeng banyak manfaatnya bagi anak. Itu karena di dalam dongeng ada
nilai-nilai baik dan buruk.

Meluruskan persepsi Sebenarnya, menurut psikolog Rose Mini, dongeng
banyak manfaatnya bagi anak-anak. Sebab, dongeng memuat nilai-nilai yang
baik dan buruk. Namun agar tidak menimbulkan streotip bagi anak-anak
setiap selesai mendongeng orang tua harus mengakhiri dengan pesan-pesan
moral. Apalagi bila anak bisa membaca buku sendiri.

Orangtua penting menanyakan apa isi cerita buku yang dibacanya.
''Biarkan anak menyimpulkan sendiri sesuai dengan yang dibacanya,'' kata
Rose Mini, ''Kalau dari kesimpulan tersebut terdapat cerita yang
ditangkap anak menyimpang, kewajiban orang tua untuk meluruskan.''

Orangtua penting menjelaskan bahwa banyak orang berwajah buruk tapi
hatinya baik. Justru pangeran yang ganteng ternyata tidak selamanya
baik. Orangtua perlu waspada bila anak setelah membaca diam saja.

''Apa yang diimajinasikan akan terus tertanam pada diri si anak,'' kata
Nina Tapi seiring bertambahnya usia dan daya pikir, si anak bisa
membedakan mana yang riil dan tidak. Agar alam sadar anak tidak tertanam
dengan dongengdongeng sampai dewasa, menurut Nina, orangtua sejak dini
harus memberikan media atau dongeng yang sehat.

Orangtua memilih dongeng yang sehat bagi anak-anak. Kini semakin
melimpah bacaan bagi anak. ''Jangan cekoki terus mereka dengan dongeng
putri, pangeran, istana megah,'' kata Nina. '' Kalau terus-menerus
mengonsumsi buku-buku seperti itu akan terjadi penggambaran yang
konsisten pada diri anak.'' Jadi, ada baiknya orangtua menawarkan cerita
tokoh-tokoh terkenal, pahlawan, ilmuwan.

4 Hal yang Harus Diwaspadai

Bila Anda membacakan dongeng kepada anak, waspadai konsep-konsep yang
bisa menyesatkan:

* Ibu tiri itu jahat
Pastikan anak-anak tahu bahwa ibu tiri bisa juga baik hatinya. Teman
mereka mungkin memiliki ibu tiri. Tidak otomatis mereka menderita dan
perlu dikasihani.

* Pangeran yang tampan
Saat mendongeng, jangan tekankan soal kegantengan sang pangeran tapi
seseorang yang menyenangkan dan baik hati, sifat-sifat yang lebih
ketimbang penampilan yang bagus dan segudang uang. Sebab, banyak anak
perempuan di kemudian hari menunggu seumur hidupnya untuk menemukan
pangeran tampannya sendiri, yang mungkin tak kunjung muncul.

* Penampilan adalah segala-galanya
Jelaskan pada anak, penampilan bukan segala-galanya. Tapi, budi baiklah
yang menjadi utama.

* Visi romantis
Sejak membaca dongeng seperti Cinderella, Sleeping Beauty, Bawang Merah
Bawang Putih, anak erkelana dalam dunia wanita cantik dan
pangeran-pangeran ganteng. ketika mereka tumbuh besar ingin menjadi
cantik, terjebak dalam kesulitan, diselamatkan oleh seorang pria tampan.
Mereka pun hidup bahagia selamanya. Pesan yang perlu disampaikan pada
anak adalah ia harus berhasil dengan usahanya sendiri, tak perlu
'penyelamatan'. Keberhasilan hasil upaya sendiri jauh lebih menarik
ketimbang ketidakberdayaan.

(Republika online)

http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/msg08462.html

0 komentar:

Arsip Posting Sebelumnya :
Berlangganan artikel saya, masukkan alamat E-mail anda :